Wahyu Sagala

Wahyu Sagala

PUPTR Pakpak Bharat

PUPTR Pakpak Bharat

nduma

nduma
Jumat, 28 Maret 2025, 12:29 WIB
Last Updated 2025-03-28T05:29:34Z
KompolnasMahasiswaPolisiSianțar

Masa Demo Terluka Mahasiswa Pematangsiantar Kecam Tindakan Represif Polisi

Mahasiswa korban tindakan Represif polisi di Pematangsiantar, Kamis 27 Maret 2025. (Foto/Kolase).

Pematangsiantar - nduma.id


BEM Ekonomi, BEM FKIP, BEM Teknik, dan BEM Hukum Universitas Simalungun serta Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mars Pematangsiantar, tegas mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap mahasiswa yang menjalankan hak konstitusionalnya dalam aksi damai menolak Pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kamis 27 Maret 2025


Aksi demonstrasi ini merupakan kelanjutan dari perjuangan mahasiswa yang telah berlangsung sejak sehari sebelumnya.


Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Senat dan BEM se-Kota Pematangsiantar turun ke jalan sebagai manifestasi kesadaran kritis terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh revisi UU TNI. 


Pukul 11.30 WIB, Mahasiswa memulai Longmarch dari Universitas Simalungun, melewati Jalan Kartini, dan berhenti sejenak di bundaran Lapangan Merdeka untuk berorasi sebelum bergerak menuju Gedung DPRD Pematangsiantar. 


Namun, kedatangan mahasiswa justru disambut dengan barikade aparat kepolisian yang menghalangi ruang demokrasi.


Dalam upaya mencari solusi konstitusional, Ketua DPRD Pematangsiantar, Timbul Lingga, S.H., M.H., bersama beberapa anggota dewan menemui massa aksi. 


Kepada nduma.id, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Simalungun, Yuda Cristafari, mengatakan dialog yang berlangsung tidak membuahkan hasil.


"Karena Ketua DPRD menolak menandatangani fakta integritas sebagai bentuk komitmen menolak revisi UU TNI yang dinilai berpotensi mengancam supremasi sipil dan demokrasi," kata Yuda Cristafari.


Ketegangan memuncak ketika massa aksi mencoba mendekati pagar Gedung DPRD sebagai bentuk simbolis perjuangan, tetapi justru mendapat respons represif dari aparat kepolisian. 


Bentrokan pun tak terhindarkan, mengakibatkan 3 mahasiswa ditahan dan 6 lainnya mengalami luka-luka. 


Bahkan salah satu mahasiswa harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka serius di bagian kepala.


"Kami menegaskan bahwa tindakan represif terhadap mahasiswa merupakan bentuk intimidasi politik dan upaya sistematis untuk membungkam gerakan intelektual yang berjuang demi kepentingan rakyat," kata Yuda.


Tindakan ini menurutnya mencederai prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. 


Oleh karena itu, mereka menuntut:


- Kepolisian bertanggung jawab atas segala bentuk kekerasan terhadap mahasiswa, termasuk memberikan keadilan bagi korban yang mengalami luka-luka.


- DPRD Pematangsiantar mengambil sikap tegas dengan mendukung aspirasi rakyat dan menolak revisi UU TNI yang mengancam nilai-nilai demokrasi.


- Seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat sipil tetap solid dalam mengawal agenda demokrasi serta menolak segala bentuk represivitas dan otoritarianisme yang mengancam kebebasan berpendapat.


"Kami tegaskan, perjuangan ini tidak akan berhenti. Demokrasi tidak boleh mati di tangan tirani," ucap Yuda Cristafari.


"Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat!," ujar Yuda.


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi