Alfri

Alfri

Halim

Siantar

Senin, 10 Maret 2025, 09:36 WIB
Last Updated 2025-03-11T06:32:26Z
EK-LMND Bunyikan Alaram Untuk WalikotaMahasiswaSiantar

EK-LMND Bunyikan Alaram Untuk Walikota Pematangsiantar

Ketua EK-LMND, Yuda Cristafari saat melakukan Orasi. (Foto/Istimewa).

Pematangsiantar – nduma.id


Pemerintahan baru di Pematangsiantar baru saja dimulai dengan pelantikan Wesly Silalahi sebagai Wali Kota. 


Namun, di balik euforia ini, masalah besar menunggu penyelesaian: konflik agraria antara warga Gurilla yang tergabung dalam Serikat Petani Sejahtera Indonesia (SEPASI) dan PTPN III.

Konflik ini bukan hal baru. 


Bertahun-tahun warga Gurilla memperjuangkan hak atas tanah yang mereka tempati. 


Namun, hingga kini, perkebunan PTPN III masih beroperasi di wilayah yang seharusnya menjadi bagian dari tata ruang kota. 


Persoalan ini semakin pelik karena adanya Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 4 Tahun 2024, yang secara jelas tidak ada memuat kata perkebunan di wilayah administratif Kota Pematangsiantar. 


Meski aturan sudah jelas, implementasinya masih mandek.


Desakan kepada Wesly Silalahi untuk bertindak cepat semakin menguat. 


Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EK-LMND) Pematangsiantar menantang komitmen sang wali kota dalam menegakkan keadilan agraria. 


Ketua EK-LMND, Yuda Cristafari, menegaskan bahwa tidak ada alasan lagi untuk menunda langkah konkret.


“Regulasi ini bukan sekadar rekomendasi, tetapi kewajiban yang harus dilaksanakan. Jika wali kota membiarkan keberadaan perkebunan ilegal ini, maka dia turut bertanggung jawab atas penderitaan rakyat. Kami menuntut Wesly segera menegakkan aturan dan memastikan lahan ini kembali ke masyarakat,” tegas Yuda, Minggu 9 Maret 2025.


Menurutnya, DPRD Pematangsiantar pun telah didorong untuk segera bertindak. 


Pada Sabtu, 8 Maret 2024, EK-LMND dan perwakilan warga telah bertemu dengan Sekretaris Komisi III DPRD Pematangsiantar, Alex Hendri Damanik, namun hingga kini belum ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah daerah.


Berdasarkan aturan dan kondisi lapangan, ada tiga langkah utama yang harus segera diambil oleh Pemkot Pematangsiantar :


1. Menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang.

- Menghapus status perkebunan dalam wilayah kota.

- Menginstruksikan audit lahan oleh Dinas Tata Ruang dan Dinas Lingkungan Hidup.


2. Menegakkan Hukum terhadap PTPN III

- Melakukan verifikasi status hukum lahan.

- Memberikan sanksi bagi PTPN III yang masih menguasai lahan secara ilegal.

- Menghentikan aktivitas perkebunan dan mengalihfungsikan lahan sesuai aturan.


3. Melibatkan Warga dalam Keputusan

- Menyelenggarakan dialog terbuka untuk menentukan penggunaan lahan ke depan.

- Membuka akses data agraria agar kebijakan berjalan transparan.

- Jika Pemkot tidak segera bertindak, ada konsekuensi serius yang akan terjadi:

1. Sanksi Hukum – Pemerintah pusat dapat mencabut kewenangan tata ruang Pemkot dan bahkan menjatuhkan sanksi administratif kepada kepala daerah.

2. Krisis Kepercayaan – Jika konflik berlarut-larut, Wesly Silalahi berisiko kehilangan dukungan rakyat dan merusak kredibilitas pemerintahannya.

3. Gejolak Sosial – Jika hak rakyat terus diabaikan, perlawanan sosial bisa meningkat dan memicu aksi massa yang lebih besar.


Saat ini, semua mata tertuju pada Wesly Silalahi. 


Apakah ia akan membuktikan keberpihakannya kepada rakyat atau justru tunduk pada kepentingan korporasi? Keputusan yang diambil dalam beberapa waktu ke depan akan menentukan nasib warga Gurilla yang menantikan keadilan agraria.


Ini bukan sekadar ujian politik, tetapi juga ujian moral: apakah seorang pemimpin berani berpihak pada rakyat atau memilih tetap diam dalam ketidakadilan?, tanya Yuda. 


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi