Alfri

Alfri

Halim

Wanseptember

Wanseptember
Senin, 27 Januari 2025, 20:57 WIB
Last Updated 2025-01-27T13:57:40Z
budayaMasyarakat adatPerjuanganSianțar

Aman Tano Batak Luncurkan Catatan Akhir Tahun

Peserta dan narasumber beserta tamu undangan foto bersama usai kegiatan di Pondok Kreatif, Parapat pada hari Sabtu, 25 Januari 2025 kemarin. (Foto/Ari).

Pematangsiantar - nduma.id


Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, bersama organisasi masyarakat sipil lainnya, menggelar acara refleksi perjalanan Masyarakat Adat Tano Batak sepanjang tahun 2024. 


Acara ini berlangsung di Pondok Kreatif, Parapat, dan sekaligus menjadi momentum peluncuran Catatan Akhir Tahun (Catahu), yang mendokumentasikan tantangan, perjuangan, dan keberhasilan Masyarakat Adat selama 1 tahun terakhir. Sabtu, 25 Januari 2025 kemarin.


Acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan seni oleh komunitas adat, termasuk sekolah adat Sihaporas, Sanggar Nabasa, dan Mitudo, yang membawa pesan pelestarian budaya dan alam sebagai warisan tak ternilai.


Kegiatan diawali dengan diskusi refleksi yang menghadirkan para narasumber, yaitu: Jhontoni Tarihoran (Ketua AMAN Tano Batak), Delima Silalahi (Direktur KSPPM) Tomson Hutasoit (Budayawan) Juni Aritonang (Direktur BAKUMSU) Sorbatua Siallagan (Perwakilan Komunitas Adat). 


Diskusi itu dimoderatori oleh Leni Rio Rita Sirait dengan mengangkat berbagai isu mendesak, seperti kriminalisasi Masyarakat Adat, ancaman proyek strategis nasional, hingga perjuangan mempertahankan identitas budaya di tengah tekanan ekonomi dan modernisasi.


Jhontoni Tarihoran menyoroti meningkatnya kasus kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat. 


Ia mencontohkan penangkapan paksa di Sihaporas pada tahun 2024 yang dilakukan tanpa prosedur hukum, termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. 


Ia juga mengingatkan kembali kasus Sorbatua Siallagan, yang sempat divonis bersalah namun akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Medan. 


"Masyarakat Adat mempertahankan hak atas tanah adat, tetapi justru dikriminalisasi. Negara belum menunjukkan keberpihakannya kepada Masyarakat Adat," tegas Jhontoni.


Delima Silalahi menambahkan bahwa ancaman terhadap Masyarakat Adat kini tidak hanya datang dari PT Toba Pulp Lestari (TPL), tetapi juga dari proyek strategis nasional, seperti pariwisata internasional dan food estate. 


“Proyek ini sering kali merampas tanah adat dan membawa dampak buruk terhadap komunitas adat,” ungkapnya.


Ia juga menggarisbawahi pentingnya solidaritas yang semakin menguat di berbagai kalangan. 


“Kekuatan Masyarakat Adat adalah semangat kolektif dan dukungan dari jaringan lembaga yang peduli terhadap keadilan,” tambahnya. 


Juni Aritonang dari BAKUMSU mengingatkan bahwa mandeknya pengesahan RUU Masyarakat Adat selama 14 tahun di DPR RI menjadi akar dari konflik-konflik agraria yang terus terjadi di Tano Batak. 


“Ketika tanah adat dirampas, Masyarakat Adat dipaksa bersalah di hadapan hukum,” katanya.


Judianto Simanjuntak dari PPMAN menegaskan bahwa solidaritas terhadap Masyarakat Adat semakin meluas, baik di tingkat lokal maupun nasional. 


Ia mencontohkan dukungan dari 321 lembaga dan individu untuk pembebasan Sorbatua Siallagan, yang menjadi bukti kekuatan jaringan masyarakat sipil.


Tomson Hutasoit, seorang budayawan, menekankan pentingnya pendidikan adat melalui sekolah-sekolah adat di Tano Batak. 


Ia juga mengajak generasi muda untuk menjaga ritual adat sebagai bukti keberlanjutan budaya dan perjuangan.


Sorbatua Siallagan, yang hadir sebagai perwakilan komunitas adat, menyatakan Masyarakat Adat bukanlah perampas tanah negara. 


"Tanah yang kami pertahankan adalah warisan leluhur yang telah dikelola turun-temurun. Namun, negara sering kali berpihak kepada perusahaan dan kebijakan yang merugikan kami.” katanya. 


Dalam sesi acara, penyelenggara memberikan apresiasi  berupa ulos kepada Sorbatua Siallagan sebagai simbol penghormatan atas dedikasi dan keberaniannya dalam memperjuangkan hak nya sebagai Masyarakat Adat. 


Penyerahan ulos ini menjadi momen haru yang mencerminkan solidaritas dan penghargaan terhadap perjuangan komunitas adat.


Acara ini dimeriahkan dengan pertunjukan seni  dari berbagai komunitas adat dan kelompok seni, termasuk Sekolah Adat Sihaporas, Lontung, dan Sigala-gala, Sanggar Nabasa dan penampilan seniman lokal seperti; Mitudo, Pondok Kreatif, Beni Tambak dan Guido Huta Galung.


Acara ini diselenggarakan oleh AMAN Tano Batak, KSPPM, BAKUMSU, dan Aliansi Gerak Tutup TPL, dengan dukungan berbagai pihak yang peduli terhadap pelestarian budaya dan hak-hak Masyarakat Adat di Tano Batak.


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi