Yuda Cristafari. (Foto/Istimewa). |
Pematangsiantar - nduma.id
Ketua Eksekutif Kota Pematangsiantar Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (EK-LMND), Yuda Cristafari mengkritisi Pilkada tahun 2024 di Pematangsiantar.
Katanya pilkada sebagai manifestasi dari demokrasi langsung, sejatinya adalah ruang bagi rakyat untuk mengekspresikan kedaulatannya.
Namun, apa yang terjadi dalam kenyataan sering kali jauh dari harapan.
Praktik politik uang dinilainya merajalela, Pilkada justru berubah menjadi transaksi kotor antara elite politik dan rakyat yang terdesak kebutuhan.
Salah satu contoh terbaru dikatakan pada Kampanye Damai Pilkada di Kota Pematangsiantar yang berlangsung pada 24 September 2024 Kemarin,
Alih-alih menjadi ajang pendidikan politik yang memperkuat kesadaran demokratis masyarakat, Yuda Cristafari menilai acara tersebut dinodai oleh pembagian uang dari beberapa paslon kepada masyarakat yang hadir dan ikut berjoget ketika sesi hiburan dengan alasan “tradisi lokal.”
Yang lebih mencengangkan disebut Yuda, pembagian uang ini dilakukan di hadapan pejabat penting seperti Bawaslu, KPU, dan beberapa pejabat lainnya yang seharusnya menjadi penjaga moralitas dan integritas proses demokrasi.
"Eksekutif Kota Pematangsiantar Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi melihat bahwa diamnya Bawaslu dan KPU di Pematangsiantar menunjukkan adanya kelonggaran sistem yang sudah terinfeksi oleh kekuatan oligarki," kata Yuda Cristafari, Rabu (25/09/2024).
Kepada nduma.id Yuda menjelaskan Demokrasi saat ini dinilainya dipermainkan oleh para penjaga pintu yang seharusnya berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir.
"LMND, yang selalu berpegang pada prinsip demokrasi progresif, menegaskan bahwa politik uang adalah bentuk penjajahan modern yang tidak lagi datang dari kekuatan asing, tetapi dari elite politik domestik. Kami melihat politik uang sebagai penghinaan terhadap hak politik rakyat, dan oleh karena itu, harus dilawan dengan segala daya dan upaya," ujar Yuda.
LMND berharap Pilkada harus kembali menjadi ruang bagi rakyat untuk mengekspresikan kedaulatan mereka dengan bebas, tanpa ada intervensi dari kepentingan-kepentingan kotor.
"Kami menyerukan perlawanan radikal terhadap politik uang dan menyerukan pembenahan menyeluruh dalam sistem pengawasan pemilu. Setiap pelanggaran harus ditindak tegas tanpa pandang bulu, dan lembaga pengawas harus kembali kepada fungsi asal mereka sebagai penjaga demokrasi, bukan kaki tangan oligarki," tandas Yuda.
Karena menurutnya demokrasi yang sehat hanya bisa diraih melalui perjuangan yang radikal, intelektual, dan berkelanjutan.
"Menangkan Pancasila, ditangan kita tergenggam arah bangsa, karena hari-hari esok adalah milik kita," ujar Yuda Cristafari.
Ditempat yang berbeda, ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pematangsiantar, Maruli Tua Sihombing membenarkan aksi Paslon bagi-bagi uang pada Kampanye Damai Pilkada di Kota Pematangsiantar yang berlangsung pada 24 September 2024 Kemarin.
"Betul bang. Memang ada Paslon yang bagi-bagi uang saat sesi acara hiburan dalam kegiatan Kampanye Damai semalam itu bang," kata Marulitua melalui WhatsApp seluler.
Sayangnya Bawaslu Pematangsiantar belum bisa dinkonformasi terkait ini.
Clara Ribka Damanik, staff Bawaslu Pematangsiantar mengatakan seluruh pimpinan sedang diluar kota sejak tanggal 23 sampai hari ini tanggal 25 September 2024.
"Disini ada 3 pimpinan yaitu bapak Nanang Wahyudi Harahap selaku ketua Bawaslu, kemudian bapak Frenki Hermanto Sinaga selaku divisi hukum pencegahan partisipasi masyarakat dan Humas, dan bapak Riky Fernando Hutapea selaku divisi penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa. Mereka semua sedang berada di Medan menghadiri undangan Bawaslu provinsi," kata Clara diruang sekretariat Bawaslu Pematangsiantar, Rabu (25/09/ 2024).
Ketua Bawaslu Pematang Siantar di konfirmasi lewat selular belum membalas pesan konfirmasi nduma.id.
Sampai berita ini di terbitkan.
Penulis : Ari
Redaktur : Rudi