Masa aksi menggelar longmarch. (Foto/Ari). |
Pematangsiantar - nduma.id
Aliansi Mahasiswa Siantar Bersatu disingkat AMSB yang tergabung dari beberapa kelompok mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kelompok Studi Pendidikan Merdeka (KSPM), Kelompok Mahasiswa Peduli Demokrasi (KMPD), Gerakan Ikatan Mahasiswa dan Pemuda (GIMP), dan Gerakan Mahasiswa Peduli Masyarakat (GAMPERA) melakukan aksi unjuk rasa terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU PILKADA).
Massa aksi AMSB memulai aksi Longmarch sambil berorasi dari Makam Pahlawan, Pajak Horas, Suzuya hingga sampai Kantor DPRD Pematangsiantar. Jumat, 23 Agustus 2024.
Pimpinan Aksi, Jira, menyampaikan bahwa aksi itu untuk menyampaikan rasa kekecewaan terhadap kondisi Indonesia yang saat ini tengah 'Darurat Demokrasi' dan berupaya mengawal putusan Mahkamah Konstitusi.
"Sebagai putusan tertinggi yang ada di negara ini," kata Jira.
Dengan beberapa Isu yang disampaikan, yaitu tolak RUU Pilkada, mendesak DPR RI dan KPU RI mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 Tahun 2024 kembali ke UUD 1945, dan tolak politik dinasti.
''Dari beberapa tuntutan yang telah kami sampaikan sehingga kami membawakan Grand Isu yaitu Darurat Demokrasi, Kawal Putusan MK," tegas Jira.
Orasi disambung didepan Pajak Horas.
Koordinator Kelompok Mahasiswa Peduli Demokrasi, Andry Napitupulu, mengajak pedagang kaki lima, juru parkir, ojek online, supir dan seluruh elemen pemuda dan mahasiswa se-kota Pematangsiantar untuk bergabung bersama-sama turun kejalan menyuarakan aspirasi demi menjaga NKRI.
"Karena negara sedang darurat dan rezim hari ini sangat mengerikan sehingga membuat masyarakat sengsara," ucap Andry Napitupulu.
Ronald Panjaitan, selaku Ketua GMNI menyampaikan, pendapat di muka umum ini sebagai bentuk dukungan penuh terhadap putusan MK, mereka juga mengecam keras pembahasan RUU Pilkada pasca putusan MK terbaru.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat, maka unjuk rasa kami ini juga simbol perlawanan keras kepada pihak yang mencoba mengobok-obok konstitusi kita," kata Ronald Panjaitan.
Kanda, koordinator lapangan KSPM menyampaikan muak terhadap segala hal dan putusan yang telah terjadi pada pemerintah saat ini.
"Terutama putusan MK yang sangat tidak dapat di tolerir sehingga dengan adanya gerakan ini kami berharap adanya perubahan yang lebih baik dan jika boleh kembali ke UUD 1945 yang asli," kata Kanda.
Armada, kordinator lapangan GAMPERA, menyampaikan tidak ingin adanya segelintir orang-orang yang katanya wakil rakyat akan tetapi bukan nya membawakan kepentingan rakyat, malah memutus kepentingan pribadi.
"Jangan ada orang-orang merusak demokrasi dengan cara mengangkangi konstitusi demi politik dinasti. Mari kita terus kawal putusan MK ini agar dipatuhi dan jangan sampai ada rapat pengesahan RUU Pilkada di DPRI secara diam-diam," kata Armada.
Setiba di Depan Kantor DPRD Pematangsiantar, Robert Hidayat Pardosi selaku Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pematangsiantar-Simalungun mengatakan bahwasannya tidak percaya terhadap keputusan DPR RI yang mengatakan perihal pembahasan RUU sudah dibatalkan, dikarenakan sudah terlalu sering DPR RI berbohong kepada mahasiswa dan masyarakat.
Maka dari itu Robert mengatakan akan tetap melakukan pengawalan terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat sampai dengan KPU RI mengeluarkan PKPU terbaru sesuai dengan hasil putusan MK.
"Kami juga menyayangkan sikap DPRD kota Pematangsiantar yang tidak kooperatif, sehingga segala bentuk aspirasi tidak sampai kepada mereka," katanya.
Tidak sampai disitu, robert pardosi juga menyayangkan tindakan represif dari pihak kepolisian.
"Tindakan Polisi yang sangat merugikan bagi massa aksi yang notabennya hanya ingin menyampaikan aspirasinya dengan damai," ucap Robert dalam orasinya.
Ketua Gerakan Ikatan Mahasiswa dan Pemuda, Indra Simarmata juga sampaikan orasinya.
Saat ini demokrasi dipandangnya sedang tidak baik-baik saja sehingga membuat mahasiswa Siantar untuk turun ke jalan.
"Kita melihat bahwa adanya kekuasaan yang saat ini ingin menganulir putusan MK Melalui DPR RI untuk melakukan RUU Pilkada demi lolos nya salah satu anak penguasa di negeri ini, dan hal ini kita ingin menyampaikan ke DPRD Pematangsiantar sebagai wakil Rakyat tetapi pada nyatanya. Tidak ada satupun DPRD Pematangsiantar yang berada di kantor sementara kami melakukan aksi di jam kerja kantor. Hal ini pun menimbulkan kekecewaan bagi kami semua mahasiswa yang melakukan aksi," kata Indra.
Pimpinan Aksi mengungkap segala bentuk kekecewaan yang tidak tersampaikan kepada anggota DPRD.
"Maka kami menyita dan mensegel kantor DPRD kota Pematangsiantar atas mandat rakyat," ujarnya
Diakhir, Pimpinan Aksi mengajak seluruh massa aksi untuk berkumpul melintang seperti lingkaran sambil bernyanyi Indonesia Raya dan ditutup DOA.
Massa aksi kemudian dibubarkan dengan tertib oleh Pias.
Penulis : Ari
Redaktur : Rudi