Iklan Header

Minggu, 09 Juni 2024, 15:27 WIB
Last Updated 2024-06-09T23:30:25Z
MahasiswaPMKRISiantarTambang

PMKRI Cabang Pematangsiantar Tolak Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 Soal Tambang

Pengurus PMKRI cabang Pematangsiantar. (Foto/Istimewa).

SIANTAR - nduma.id


Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pematangsiantar dengan tegas menolak Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 


Peraturan ini memberikan kesempatan bagi organisasi masyarakat (ormas), termasuk PMKRI, untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).


Alberto Nainggolan, sebagai salah satu Biro Kajian Isu Strategis menilai bahwa pemberian izin tambang kepada ormas, terutama PMKRI, adalah sebuah kekeliruan. 


PMKRI merupakan organisasi kemahasiswaan yang bertanggung jawab menjaga independensi dan daya kritis dalam mengawasi kebijakan pemerintah. 


"Jika PMKRI menerima izin tambang, hal ini akan menghilangkan fungsi tersebut dan membawa dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat," kata Alberto Nainggolan saat diwawancarai di sekretariat PMKRI Sianțar, Minggu (9/6/2024).


Dikatakan Alberto, Perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 ini memiliki implikasi yang berpotensi merugikan kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat luas. 


PMKRI mencatat beberapa implikasi dari peraturan ini, antara lain:


1. Lemahnya Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan. Perubahan ini membuka celah pengawasan yang lebih longgar terhadap kegiatan usaha pertambangan. Kegiatan tambang dapat merusak lingkungan, seperti deforestasi, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem. Peraturan yang longgar dalam hal pengawasan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan akan memperburuk dampak lingkungan dan mengancam keberlanjutan ekosistem.


2. Konflik dan Ketidakadilan Sosial. Perubahan peraturan ini dapat memicu konflik sosial, seperti penggusuran permukiman masyarakat dan hilangnya mata pencaharian mereka yang digunakan untuk lokasi tambang. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan sosial yang signifikan di kalangan masyarakat terdampak.


3. Peluang Masuknya Investasi Asing Tanpa Kontrol Ketat. Regulasi yang lebih longgar mempermudah masuknya investasi asing tanpa pengawasan ketat. Hal ini dapat mengurangi kedaulatan negara atas sumber daya alam dan menguntungkan pihak asing lebih daripada masyarakat lokal. Ini bertentangan dengan prinsip keadilan ekonomi yang harus diutamakan pemerintah.


4. Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas: Perubahan peraturan ini dinilai tidak memberikan jaminan transparansi dan akuntabilitas yang memadai. Pengelolaan sumber daya alam harus transparan dan akuntabel agar semua pihak yang berkepentingan dapat mengawasi dan memastikan kegiatan tersebut dilakukan dengan benar dan bertanggung jawab. Peraturan yang tidak mendukung transparansi hanya membuka celah untuk praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.


5. Ketidaktepatan Ormas Keagamaan dalam Pengelolaan Tambang. Ormas keagamaan, termasuk PMKRI, tidak memiliki keahlian dalam pengelolaan tambang. Pemberian izin ini akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap ormas keagamaan. Jika organisasi kemahasiswaan atau keagamaan terlibat dalam pengelolaan tambang, dikhawatirkan mereka akan kehilangan independensi dan daya kritis dalam mengawasi kebijakan pemerintah.


Maruli Tua selaku Ketua Presidium PMKRI Cabang Pematangsiantar, menyatakan, mereka menolak dengan tegas pemberian izin tambang kepada PMKRI melalui PP Nomor 25 Tahun 2024. 


Sebagai organisasi kemahasiswaan, kami memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga lingkungan dan kepentingan masyarakat. 


Keterlibatan dalam kegiatan tambang hanya akan merusak integritas kami dan mengabaikan prinsip keberlanjutan.


 "Perubahan peraturan ini sangat berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat. Kami berdiri teguh menolak dan mendesak pemerintah  untuk mencabut hak organisasi masyarakat keagamaan, perlu diingat dalam Pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan demi kepentingan bersama," ucap mahasiswa Universitas Efarina ini.


PMKRI Pematangsiantar mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawal dan memperjuangkan kepentingan lingkungan serta keberlanjutan ekosistem. 


Pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan uji keadilan untuk memastikan kekayaan alam Indonesia dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya oleh segelintir pihak atau investor asing.


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi