Alfri

Alfri

Halim

Wanseptember

Wanseptember
Jumat, 28 Juni 2024, 17:39 WIB
Last Updated 2024-06-28T10:44:03Z
OpiniPakpak BharatPemiluPolitik Uang

Money Politik Awal Mula Terbukanya Gerbang Korupsi

Nurul Tumanggor. (Foto/Istimewa).

Pakpak Bharat – nduma.id


Sebagian besar dari kita mungkin sudah familiar dengan istilah politik uang atau sering kita sebut dengan money politic.


Politik uang, yaitu upaya untuk mempengaruhi perilaku masyarakat/pemilih dengan menggunakan materi (uang/barang) dari kekayaan pribadi maupun partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters) dengan asumsi bahwa materi (uang/barang) tersebut dapat mengubah keputusan.


Politik uang adalah salah satu bentuk suap atau uang sogok.


Politik uang merupakan alat pertukaran uang dengan kebijakan atau keputusan politik, posisi atau jabatan demi kepentingan individu maupun kelompok tertentu.


Pemberian barang berupa sembako, amplop yang berisikan uang atau iming-iming kepada seseorang atau masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, untuk mendapatkan keuntungan politik dikenal sebagai money politic.


Dengan adanya praktik money politic, maka pengambilan keputusan tidak lagi didasarkan pada baik dan tidaknya suatu keputusan tersebut, melainkan hanya berdasarkan uang, kepentingan, dan kekuasaan pribadi atau kelompok tertentu.


Setiap menjelang pemilu, para calon kandidat yang diusung atau wakil legislatif  yang mencalonkan diri akan memulai kampanye untuk mendapatkan simpati masyarakat dengan memberikan janji-janji indah kepada masyarakat.


Tak jarang  sebagian dari mereka membagikan amplop berisikan uang atau paket sembako untuk menarik perhatian pemilih.


Tindakan tersebut secara langsung adalah praktik money politic, hal tersebut yang menjadi awal mula terbukanya pintu korupsi.


Pemilihan Umum adalah salah satu bentuk  penerapan demokrasi di Indonesia.


Pemilihan umum di Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau sering disingkat (LUBER & JURDIL), dimana asas tersebut merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia untuk menyatakan pilihannya.


Tetapi pada kenyataannya, Pemilu seringkali diwarnai dengan penerapan praktik-praktik yang tidak jujur seperti money politic yang justru dapat merusak netralitas dan integritas pemilu itu sendiri.


Penerapan politik uang atau biasa disebut money politic adalah awal dari terbukanya celah untuk melakukan korupsi.


Politik uang menjadi  salah satu faktor yang turut meningkatkan perilaku korupsi dalam sistem politik.


Ketika kandidat atau partai politik menggunakan uang untuk memenangkan pemilu, mereka cenderung mengharapkan laba atas investasi mereka setelah  terpilih.


Praktek ini pada akhirnya melahirkan pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, kolektif, dan partai tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.


Mereka yang melakukan politik uang merasa berkewajiban untuk mendapatkan keuntungan dari posisinya, salah satunya adalah untuk membayar kembali modal yang mereka keluarkan selama pemilu dan kampanye.


Setelah menjabat, tidak menutup kemungkinan sebagian besar dari mereka yang melakukan politik uang akan melakukan bentuk tindak pidana korupsi lainnya seperti menerima suap, bonus, gratifikasi, dan sebagainya.


Larangan terkait politik uang atau money politik dalam kegiatan Pemilu sudah sangat jelas diatur dalam Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 


Pasal 286 ayat (1) menyebutkan, “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih”.


Dampak Negatif Dari Praktik Money Politic


Money politic mempunyai dampak negatif terhadap demokrasi di Indonesia.


Berikut  adalah dampak negatif yang dihasilkan dari praktik money politik :


Pertama, rusaknya integritas pemilu, kegiatan money politic mengganggu proses Pemilu yang adil dan transparan.


Pemilih yang seharusnya memilih berdasarkan visi, misi dan agenda kandidat, justru memilih berdasarkan daya tarik uang atau barang yang mereka dapatkan dari kandidat yang mencalonkan diri.


Ketika proses Pemilu sudah dicampuradukkan dengan uang, maka keputusan  yang dibuat tidak lagi berdasarkan kepentingan umum, melainkan atas dasar kepentingan individu atau golongan tertentu.


Kedua, membatasi partisipasi politik.


Money politic dapat membuat masyarakat acuh tak acuh terhadap proses politik, ketika pemilih merasa bahwa hasil pemilu  ditentukan oleh uang, mereka mungkin enggan untuk berpartisipasi dalam pemilu mendatang.


Hal ini dapat mengurangi peluang terpilihnya kandidat yang memenuhi syarat karena mereka tidak mempunyai cukup uang untuk mendanai kampanyenya.


Ketiga, korupsi semakin meningkat.


Kandidat yang menghabiskan banyak uang untuk memenangkan pemilu cenderung mencari cara untuk mendapatkan kembali “investasi” mereka setelah terpilih.


Hal ini sering dilakukan melalui korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.


Ketika uang menjadi faktor penentu pemilu, calon terpilih cenderung akan mengutamakan kepentingan individu atau kelompok tertentu dibandingkan kepentingan umum.


Keempat, ketidakadilan sosial semakin meningkat.


Money politic seringkali memperburuk keadilan sosial.


Para pemilih yang rentan dan masyarakat kelas menengah ke bawah cenderung menjadi sasaran money politic, sementara mereka yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik dapat mempengaruhi hasil pemilu.


Kelima, hilangnya rasa percaya masyarakat terhadap sistem politik semakin meningkat.


Praktek money politic dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik di Indonesia.


Kegiatan money politic menurunkan rasa percaya masyarakat terhadap sistem politik dan institusi pemerintah.


Ketika masyarakat menyadari bahwa uang dapat membeli kekuasaan, maka rasa percaya mereka terhadap integritas proses politik di Indonesia akan hilang.


Upaya Penanggulangan Politik Uang


Kegiatan money politic dalam proses Pemilu dapat merusak demokrasi dan integritas serta kredibilitas Pemilu.


Maka dari itu, penting bagi kita sebagai masyarkat yang peduli dengan nasib bangsa Indonesia untuk memahami langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk pencegahan kegiatan money politic di Indonesia:


Pertama, pendidikan politik.


Pendidikan politik yang baik dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga integritas sistem politik merupakan langkah yang tidak boleh diabaikan dalam upaya menghentikan politik uang.


Kita semua harus memahami sepenuhnya bagaimana money politic dapat merusak sistem demokrasi dan mengancam kepentingan publik.


Dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran, masyarakat dapat menjadi lebih kritis  dan tidak terlalu rentan terhadap janji-janji manis yang diberikan.


Kedua, menegakkan hukum secara tegas.


Memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku praktik money politik dengan menerapkan sanksi yang keras dan konsisten.


Hal ini memerlukan tindakan tegas dari aparat penegak hukum dan lembaga peradilan yang independen.


Peraturan yang jelas dan ketat dapat membantu membatasi celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan money politic.


Ketiga, transparansi dan pengawasan publik.


Partai politik dan calon yang diusung harus mengungkapkan dari mana dana serta bagaimana dana tersebut digunakan.


Selain itu, pengawasan masyarakat juga harus diperkuat melalui partisipasi aktif masyarakat dalam memantau dan melaporkan pelanggaran terkait praktik money politic.


Keempat, memperkuat moralitas politik.


Mendorong partai politik dan calon yang diusung untuk menerapkan etika politik yang tinggi dan menolak praktik money politik dalam bentuk apapun.


Hal ini dapat dilakukan melalui kode etik yang jelas dan sanksi internal bagi pelanggarnya.



Penulis Opini Nurul Tumanggor merupakan mahasiswa Ilmu Pemerintahan UIN STS Jambi

Redaktur : Rudi