Alfri

Alfri

Halim

Wanseptember

Wanseptember
Jumat, 28 Juni 2024, 20:23 WIB
Last Updated 2024-06-29T01:26:44Z
KominfoMahasiswaNomensenSiantarSiber

Menkominfo Hasil "Giveaway" Tak Berdaya Hadapi Serangan Siber, Masyarakat Jadi Korban

Alberto Nainggolan. (Foto/Istimewa).

Siantar - nduma.id


Seorang Mahasiswa Universitas Swasta Nomensen Pematangsiantar Soroti Serangan Ransomware yang menghantam server PDN baru-baru ini.


Menurut Alberto Nainggolan yang Juga aktif di Organisasi Persatuan Mahasiswa katolik Republik Indonesia (PMKRI) tersebut, kejadian ini menjadi alarm keras terhadap kerentanan sistem keamanan siber di Indonesia.


"Lockbit 3.0, jenis ransomware baru yang digunakan dalam serangan ini telah menginfeksi server dan menuntut tebusan sebesar 8 juta dolar, mengancam data pribadi masyarakat yang disimpan pemerintah," kata Alberto Nainggolan, Jumat (28/06/2024).


Menurut Alberto, Data-data ini sangat berpotensi disalahgunakan untuk berbagai kejahatan, mulai dari pendaftaran judi online hingga pencurian akses rekening bank.


Dalam situasi ini, tanggung jawab besar berada pada Budi Arie Setiadi Selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Menkominfo Republik Indonesia.


Namun, ada kekhawatiran serius mengenai kemampuan Budi Arie dalam menangani krisis ini.


Penunjukan Budi Arie sebagai Menkominfo banyak dikritik karena dianggap sebagai hasil "giveaway" jabatan, bukan berdasarkan kompetensi di bidang teknologi informasi dan keamanan siber.


Hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang relevansi dan efektivitas kepemimpinannya dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.


Jabatan Menkominfo bukan hanya posisi administratif, melainkan peran strategis yang memerlukan pemahaman mendalam tentang teknologi, infrastruktur digital, dan langkah-langkah mitigasi risiko.


Ketika jabatan ini dipegang oleh seseorang yang mungkin tidak memiliki pengalaman teknis yang memadai, dampaknya bisa sangat merugikan, seperti yang terlihat dalam kasus serangan ransomware ini.


Di era digital, kepemimpinan yang tidak kompeten bisa berakibat fatal bagi keamanan nasional dan data pribadi warga negara.


Alberto Nainggolan, seorang mahasiswa yang aktif mengkritisi isu-isu sosial, menyuarakan pandangannya tentang masalah ini.


“Ketika jabatan penting seperti Menkominfo diberikan tanpa mempertimbangkan keahlian teknis dan pengalaman di bidang terkait, masyarakat yang akan menanggung akibatnya," Imbuh Alberto.


“Kasus ransomware ini adalah bukti nyata bahwa kita membutuhkan pemimpin yang benar-benar mengerti dan siap menghadapi tantangan zaman digital,” ujarnya.


Menurut Alberto, penunjukan pejabat publik harus didasarkan pada kompetensi dan kemampuan profesional, bukan sekadar karena afiliasi politik atau pertimbangan non-teknis lainnya.


Mahasiswa Kampus Nomensen itu, menekankan bahwa di era digital ini, kebutuhan akan pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang teknologi dan keamanan siber sangat mendesak.


Ketidakmampuan Menkominfo yang saat ini menjabat untuk menangani serangan ransomware dengan efektif menunjukkan kelemahan struktural dalam penunjukan pejabat publik di Indonesia.


"Pemerintah seharusnya mengedepankan profesionalisme dan keahlian teknis dalam memilih pemimpin di sektor-sektor kritis," kata Alberto.


Pandangan Alberto didukung oleh banyak ahli yang berpendapat bahwa kebijakan "giveaway" jabatan harus segera dihentikan.


Dalam situasi krisis seperti serangan ransomware, yang dibutuhkan adalah tindakan cepat dan tepat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mendalam di bidang teknologi informasi dan keamanan siber.


Memilih pemimpin yang tidak memiliki kualifikasi yang memadai hanya akan memperparah situasi dan mengancam keselamatan data pribadi warga negara.


"Hanya dengan demikian, Indonesia dapat menghadapi tantangan siber yang semakin kompleks dan memastikan keamanan data pribadi warganya," tandas Alberto.


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi