Alfri

Alfri

Halim

Wanseptember

Wanseptember
Senin, 10 Juni 2024, 17:31 WIB
Last Updated 2024-06-10T10:31:36Z
Pengadilan NegeriSengketa LahanSimalungun

Masyarakat Adat Langsungkan Ritual di Depan PN Simalungun

Warga menggelar ritual di depan PN Simalungun. (Foto/Istimewa).

Simalungun - nduma.id


Sidang kasus kriminalisasi Sorbatau Siallagan, tetua adat keturunan Ompu Umbak Siallagan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Simalungun. Senin, 10 Juni 20204. 


Persidangan telah berlangsung 4 kali, hari ini dengan agenda putusan Sela, yaitu putusan sementara atas sah atau tidaknya dakwaaan Jaksa Penuntut Umum. 


Sementara masyarakat adat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, melangsungkan aksi demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Simalungun dengan membawa poster serta spanduk yang berisikan tuntutan “Bebaskan Sorbatau Siallagan, Sahkan Perda Perlindungan Masyarakat Adat di Sumatera Utara, hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat, hentikan aktivitas TPL di atas tanah adat ompung kami”. 


Dalam aksi ini juga, Ritual adat dilaksanakan oleh Keturunan Ompu Umbak Siallagan. 


Bonar Siallagan, salah seorang masyarakat adat keturunan Ompu Umbak Siallagan memimpin ritual adat dengan memanjatkan doa-doa dalam bahasa batak yang bermakna, agar Pengadilan Negeri Simalungun berlaku adil dalam menangani kasus kriminalisasi Sorbatua Siallagan dan membebaskan dari segala tuntutan. 


Dengan membakar kemenyan dan sajian pangurason masyarakat adat berharap PN Simalungun dijauhkan dari intervensi pihak manapun yang mencoba mengganggu. 


Dalam persidangan, melalui kuasa hukum Leli Sihotang menyampaikan, kekecewaan karena eksepsi Sorbatua Siallagan ditolak oleh hakim. 


Menurutnya jawaban dari jaksa tersebut tidak relevan, dan cukup lucu, dan menilai JPU tidak konsisten. 


"Dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam Dakwaan, JPU menyinggung bahwa Sorbatua Siallagan melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 2 huruf b UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang," kata Nurleli.


Lebih lanjut Nurleli mengatakan mengapa dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam dakwaan.


 "Jika JPU ingin konsisten dengan Asas Non-Retroaktif, mengapa dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam dakwaan, Sorbatua dianggap melanggar UU No. 6 Tahun 2023?" Namun dalam pengenaan pasal yang didakwakan JPU kembali ke UU No.11 Tahun 2020, Jadi ini bukti inkonsistensi JPU dalam Dakwaan dan Replik, Kata Nurleli.


Sementara Doni Munthe, selaku Biro Advokasi AMAN Tano Batak menyampaikan, bahwa penolakan eksepsi tersebut adalah bukti Pengadilan Negeri Simalungun tidak mencerminkan keadilan, karena menurutnya ini adalah bukti kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) agar masyarakat adat keturunan Ompu Umbak Siallagan tidak berjuang menuntut tanah adat mereka. 


Dalam orasinya juga Doni menyampaikan kekecewaan atas sikap dari Pengadilan Negeri Simalungun yang tidak melihat aspek Hak Asasi Manusia, sehingga dengan tega tidak memberi penangguhan kepada orang tua yang sudah lanjut usia.


"Lagian Sorbatua Siallagan itu bukanlah pelaku kriminal dan penjahat, dia adalah penjaga bumi karena sudah melestarikan alam dengan menanami pohon di atas tanah adatnya, justru TPL lah yang merusak alam dan negara melindunginya," Tegas Doni. 


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi