Sakhyan Asmara. (Foto/Istimewa). |
Deli Serdang – nduma.id
Tokoh masyarakat Sumatera Utara Dr. H. Sakhyan Asmara, MSP meminta pemerintah daerah beserta unsur-unsur terkait agar segera turun tangan menyelesaikan persoalan lahan eks HGU yang telah diserahkan PTPN II kepada PB Al Washliyah.
Jangan sampai masalah lahan yang sudah jelas alas hak kepemilikannya, menjadi bola liar yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga sehingga bisa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
“Jangan sampai masalah ini jadi bola liar,” kata Sakhyan Asmara ketika ditanya wartawan, Minggu (26/5/2024).
Sebelumnya Pengadilan Negeri Lubuk Pakam telah menggelar sita eksekusi tanah seluas 32 hektar milik Al Washliyah di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Senin 13 Mei 2024.
Pertimbangannya antara lain adalah sudah dilakukan pembayaran oleh PB Al Washliyah kepada PTPN II dan PB Al Washliyah juga sudah melakukan pemberian ganti rugi atas tanaman yang ada di atas lahan kepada para penggarap.
Namun dilain pihak kelompok penggarap menolak eksekusi karena menurut mereka sudah dihuni selama 20 tahun.
Penolakan dilakukan dengan menutup akses Jalan dan membakar ban bekas.
Menurut Sakhyan yang juga Koordinator wilayah I Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sumatera Utara meliputi antara lain Deli Serdang dan Medan, mengatakan bahwa kasus-kasus sengketa lahan merupakan kasus yang rawan konflik, bahkan bisa berdampak kepada timbulnya gejolak sosial dan bukan tidak mungkin terjadi konflik horizontal antar kelompok yang bersengketa.
Harus dipahami bahwa Al Washliyah adalah Organisasi Masyarakat Islam terbesar di Sumatera Utara yang mempunyai banyak pengurus dan anggota, sementara dipihak lain para penggarap adalah anggota masyarakat dari berbagai golongan yang tidak bisa dianggap sepele karena pasti mempunyai pendukung dari kalangan yang sama karakteristik dan kepentingannya dengan kelompok penggarap tersebut.
Oleh sebab itu Sakhyan mengatakan : ”untuk menyelesaikan persoalan lahan tersebut, Pemerintah Daerah maupun Pihak PTPN II, tidak boleh melepaskannya diselesaikan sendiri oleh PB Alwashliyah”.
Sebab lanjut Sakhyan yang juga Dosen S2-S3 FISIP USU itu, persoalan ini adalah persoalan yang melibatkan kepentingan masyarakat.
“Para penggarap adalah anggota masyarakat yang harus mendapat perlindungan dari pemerintah, sementara PB Al Washliyah adalah pemegang alas hak yang sah dan akan menggunakan lahan tersebut untuk kemaslahatan umat, khususnya umat Islam. Jadi hal ini sangat rawan,” jelas Sakhyan.
Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah pihak PTPN II harus berpartisipasi memberikan pengganti kepada para penggarap.
Toh PTPN II sudah mendapat pembayaran dari PB Al Washliyah 20 tahun yang lalu.
Seharusnya PTPN II harus bertanggung jawab untuk memberikan solusi kepada penggarap. Jangan PTPN II menangguk di air keruh.
“Apalagi kalau ditelusuri lebih jauh, sebenarnya PTPN II harus juga memikirkan kepentingan masyarakat, jangan hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Inilah sebenarnya “win win solution” yang paling tepat sehingga para penggarap sudah bisa segera keluar dari lahan tersebut, dan PB Al Washliyah segera dapat menggunakan lahan itu sesuai dengan yang telah mereka rencanakan,” pungkas Sakhyan yang juga Ketua MPO MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara itu.
Penulis : Rudi
Redaktur : Son