Mahasiswa di piting polisi saat aksi memanas di depan kantor walikota Siantar. (Foto/Istimewa). |
SIANTAR – nduma.id
Peringatan hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Kota Pematang Siantar berjalan ricuh.
Aksi demo damai yang dilakukan Mahasiswa dari Aliansi Agent Of Change bentrok dengan pihak kepolisian. Kamis, 2 Mei 2024.
Kericuhan itu berawal dari aksi mahasiswa membawa keranda mayat bertuliskan RIP Pendidikan.
Mahasiswa yang mengacungkan puluhan poster mengecam pemerintah karena biaya pendidikan begitu mahal itu, bergerak menelusuri Jalan Merdeka dan berhenti di halaman parkir Dinas Pendidikan Kota Siantar sambil berorasi bahwa pendidikan di Indonesia hanya untuk orang kaya.
“Mana Kadis Pendidikan, keluar. Temui kami, jangan hanya duduk di belakang meja,” teriak Mayang sebagai mahasiswi melalui pengeras suara dan mahasiswa lainnya minta supaya Kadis Pendidikan menemui mahasiswa.
Saat itu, mahasiswa membacakan pernyataan sikap.
Antara lain, mendesak Pemerintah Siantar mendirikan Universitas Negeri di kota Siantar, mendorong kualitas tenaga pendidikan dan pendidikan karakter yang lebih bermutu serta berkualitas.
Kemudian, meningkatkan pembangunan sarana prasarana ruang lingkup pendidikan dan segera menciptakan sarana prasarana literasi kreativitas dan keterampilan bagi kaum miskin di kota Siantar.
Karena Kadis tidak berada di tempat, aksi diterima Suhendri Ginting, sebagai Plh Kabid Pendidikan dan Tenaga Pendidikan.
Meski sempat berdialog, pejabat tersebut akhirnya diminta menandatangani fakta integritas terhadap pernyataan sikap itu.
Sekitar 2 jam di kantor Dinas Pendidikan, mahasiswa bergerak masuk ke Jalan Sutomo dengan pengawalan personel dari Polres Siantar.
Aksi tersebut sempat membuat arus lalulintas macet, karena massa mahasiswa berhenti di badan jalan depan Suzuya.
Jelang beberapa saat massa aksi bergerak menuju kantor DPRD Sianțar yang ternyata sepi karena tidak ada anggota DPRD Siantar.
Kemudian, mahasiswa minta unsur pimpinan dewan menemui mahasiswa yang ingin menyampaikan pernyataan aspirasi.
Menanggapi permintaan mahasiswa, Sekwan DPRD Siantar Eka Hendra mengatakan bahwa Ketua DPRD, Timbul Marganda Lingga tidak bisa hadir karena orangtuanya meninggal.
Namun demikian, mahasiswa bertanya kemana anggota dewan lainnya.
Selanjutnya terjadi dialog dan mahasiswa berusaha merangsek masuk ke ruangan.
Sehingga mahasiswa dengan personel kepolisian saling dorong.
Selanjutnya mahasiswa masuk dari pintu samping kemudian menguasai ruangan fraksi gabungan untuk menggelar rapat.
Setelah membacakan pernyataan sikap dan menuding bahwa DPRD Siantar tidak berfungsi, massa aksi akhirnya membubarkan diri dan bergerak ke kantor Walikota untuk kembali berorasi di depan pintu gerbang yang ditutup dan mendapat penjagaan dari personel Polisi yang jumlahnya tidak kalah dengan mahasiswa.
Selanjutnya mahasiswa bergerak menuju kantor walikota, Massa aksi sempat diterima Sekda Kota Siantar, Junaidi Sitanggang yang menolak menandatangani pernyataan sikap mahasiswa.
Karena, itu dikatakan bukan wewenangnya.
Selanjutnya, aksi mulai memanas dan mahasiswa berusaha menduduki badan jalan Merdeka tepatnya depan kantor walikota.
Akibatnya, arus lalulintas macet, personel Polisi mengingatkan mahasiswa agar aksi dilakukan dengan damai dan tidak mengganggu ketertiban umum.
Untuk itu, sebagian mahasiswa sempat menepi jalan agar kendaraan melintas.
Jelang beberapa saat, personel Polisi mengambil keranda yang dibawa mahasiswa dan saat itu terjadi bentrok.
Beberapa mahasiswa sempat diamankan ke halaman kantor Walikota meski akhirnya dilepas lagi untuk bergabung dengan mahasiswa lainnya di luar pagar.
Kemudian, sejumlah mahasiswa berteriak karena mengaku dipukul dan dipiting.
"Aku Dipukul.... Dipukul Aku," kata massa aksi berteriak.
Bahkan, tidak sedikit mahasiswa yang langsung menunjuk personel polisi yang melakukan pemukulan.
Saat bersamaan, Kapolres Siantar AKBP Yogen Heroes Baruno tiba di halaman kantor Walikota untuk menenangkan situasi dari balik pintu gerbang.
Melihat Kapolres datang, mahasiswa mengatakan bahwa personel Polisi yang harusnya mengayomi rakyat, malah memukuli mahasiswa.
Menanggapi pernyataan itu, Kapolres mengambil alih pengeras suara.
Namun, baru mengucapkan beberapa patah kata, mahasiswa memotong pernyataan Kapolres.
Sehingga, Kapolres sempat menyatakan agar diberi kesempatan berbicara menanggapi terkait dengan adanya Polisi yang memukul mahasiswa.
“Tenang, tenang biarkan dulu Kapolres memberi tanggapan. Saya mohon kita tertib. Jangan ada yang berteriak,” kata Mayang salah seorang mahasiswa yang memegang toa dengan suara keras secara berulang-ulang.
Selanjutnya, Kapolres akhirnya diberi kesempatan dan mengatakan bahwa kehadiran personel Polisi hanya untuk melakukan pengamanan.
Tidak ada rencana melakukan gesek-gesekan.
Bahkan, aksi mahasiswa sebelumnya sudah disampaikan ke DPRD Siantar dan Walikota meski tidak ada yang menerima.
”Adik-adik mahasiswa, apapun yang terjadi nanti, silahkan melapor. Kalau ada yang luka laporkan. Saya tidak akan melindungi anggota yang melakukana pemukulan. Tunjuk siapa orangnya. Saya bertanggungjawab. Saya tidak akan melindungi mereka,” tegas Kapolres.
Meski sempat terjadi dialog keras, aksi akhirnya mulai tenang dan setelah melakukan orasi kembali, mahasiswa membubarkan diri sekitara jam 16.00 WIB.
Dan, berjanji akan datang kembali dengan jumlah massa yang lebih besar.
Pimpinan aksi, Andri Napitupulu saat diwawancarai awak media usai melakukan aksi mengatakan, tindakan polisi itu represif.
"Polisi Bertindak Represif Bang," kata Andry Napitupulu saat diwawancarai awak media.
Penulis : Ari
Redaktur : Rudi