Kuasa hukum Penggugat saat memberikan pernyataan kepada wartawan. (Foto/Istimewa) |
SIANTAR - nduma.id
Perkara perebutan harta warisan antara Eryta Ambarita, anak tiri yang menggugat RS, Ibu tirinya (tergugat) terkait harta warisan Ayahnya senilai 70 Miliar masih terus berlanjut.
Kamis 2 November 2023, kuasa hukum Eryta Ambarita (penggugat) Poltak Silitonga SH MH mengungkap bukti baru dari perkara itu kepada wartawan.
“Ada temuan dugaan pemalsuan akta nikah,” kata Poltak dalam konferensi persnya.
Dugaan pemalsuan akta nikah diketahui setelah Poltak Silitonga, kuasa hukum Eryta Ambarita (penggugat), melakukan investigasi pernikahan ke Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kabupaten Batubara.
Kepada wartawan Poltak menceritakan, sebelumnya pada tahun 2018, Eryta melalui Poltak menggugat seluruh harta peninggalan Almarhum Ayah.
Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pematang Siantar Nomor 51/Pdt.G/2018/PN Pms, gugatan Eryta dikabulkan.
“Sampai ke MA (Mahkamah Agung), gugatan kami menang. Jadi, sesuai putusan itu, 30 objek harta senilai Rp70 miliar itu merupakan milik Eryta. Seluruh harta itu tersebar di Siantar, Simalungun, Toba, Batubara dan Jambi,” jelas Poltak.
Dalam persidangan itu kata Poltak, tergugat membawa akta pernikahan dengan Ayah Penggugat sebagai penguat di persidangan.
“Jadi, kami sudah selidiki akta nikah itu. Akta itu diduga tidak sah dan direkayasa. Akta nikah itu juga sudah kita gugat,” kata Poltak.
Kepada wartawan, Poltak menjelaskan akan kejanggalan dalam akta nikah tersebut, yang membuat PH Jepang itu melakukan penyelidikan.
Didalam akta nikah yang dikeluarkan Gereja Betel Indonesia (GBI), tertulis bahwa Almarhum ayahnya dan “RS” menikah pada Rabu 25 Mei 1995 lalu.
“Faktanya, kalau kita lihat di kalender, tanggal 25 Mei 1995 itu hari Kamis, kemudian didalam akta nikah terdapat beberapa bekas typek. Selanjutnya, tidak ada foto gandeng antara almarhum dan RS di akta tersebut,” terang Poltak.
“Kami juga sudah pergi ke gereja yang tertulis di akta itu, yakni Gereja Bethel Indonesia di Simpang Dolok, Kabupaten Batubara. Kami sudah bertanya ke masyarakat sekitar dan istri pendeta. Mereka bilang tidak ada pernikahan antara Ayah penggugat dan “RS” di gereja itu pada tanggal 25 Mei 1995,” papar Poltak.
Poltak mengatakan dari keterangan Pdt Parningotan Sihombing selaku Ketua Wilayah Gereja Bethel Indonesia Wilayah Asahan dan Labuhan Batu sudah mengeluarkan surat yang menyatakan akta nikah tersebut tidak berlaku atau direkayasa.
“Akta nikah itu juga tidak sah karena ayah Eryta Ambarita dan Kartini ibunya belum bercerai pada tahun 1995. Mereka bercerai pada 1997. Gereja Bethel Indonesia tidak bisa memberkati jika masih punya istri yang sah,” pungkas Poltak.
Poltak menambahkan, sebelumnya, pihaknya sudah menawarkan seluruh harta tersebut dibagi dua lewat jalur perdamaian atau mediasi di PN Siantar. Namun, RS menolaknya.
“Permintaan mereka, harta itu tidak ada untuk Eryta. Mereka ngotot mau semua harta itu. Padahal, kalau mereka mau bagi dua, kami akan cabut semua laporan dan RS tidak akan masuk penjara,” jelas Poltak.
Penulis : Ari
Editor : Rudi