Alfri

Alfri

Halim

Wanseptember

Wanseptember
Rabu, 04 Oktober 2023, 17:39 WIB
Last Updated 2023-12-04T04:44:57Z
AdvertorialbudayaDairiDanau TobaSejarahSilalahiTuga dan Makam Raja Silahisabungan

Selain Wisata Alam, Ada Sejarah dan Jejak Budaya yang Tak Kalah Menarik di Silalahi

Panorama Danau Toba dari Silalahi. (Foto/Istimewa).

DAIRI, Sidikalang – nduma.id


Siapa yang tak kenal dengan Danau Toba, salah satu Kawasan Destinasi Wisata Prioritas.


Di Kabupaten Dairi tepatnya di tepian Danau Toba, ada satu kawasan namanya Silalahi  atau disebut Huta Silalahi Nabolak, persisnya di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.


Di Huta Silalahi Nabolak inilah kita bisa menikmati hamparan pantai Danau Toba Hingga mencapai 28 Kilometer di sepanjang Desa Silalahi I, Desa Silalahi II, Desa Silalahi III, hingga Desa Paropo.


Pantainya yang panjang menciptakan potensi spot-spot wisata yang di kelola langsung penduduk sekitar.


Informasinya, perairan  Danau Toba di Kecamatan Silahisabungan ini merupakan bagian dari Danau Toba yang paling luas, dan dikenal dengan palung terdalam di Indonesia bahkan dunia, dengan kedalaman mencapai ± 905 Meter.


Nah itu tadi singkat soal keindahan alamnya.


Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Dairi, Rahmatsyah Munthe mengatakan, selain alam yang indah, penduduk di Kecamatan Silahisabungan ini disebut masih sangat menjunjung tinggi adat kebudayaan.


Pada umumnya penduduk yang tinggal di daerah ini bermarga Silalahi, karena itu disini terdapat Tugu Marga Silalahi.


 “Selain kaya keindahan alamnya yang beragam, Silalahi juga memiliki keunikan dari segi adat dan budayanya,” kata Rahmat, Rabu (4/10/2023).


Tugu Silahisabungan ini kata Rahmat menjadi saksi keturunan marga Silalahi yang terdiri dari Loho Raja (Sihaloho), Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja (Rumasondi), Butar Raja (Sidabutar), Dabariba Raja (Sidabariba), Debang Raja (Sidebang), Batu Raja (Pintubatu), Tambun Raja (Tambunan), dan 1 putri yaitu, Deang Namora.


“Di Silalahi ini banyak tempat peninggalan masa lalu dari leluhur marga Silalahi,” tandasnya.


Di tugu Silalahi diukir cerita-cerita dari leluhur marga Silalahi, tentang kehidupan sehari-hari opung Silahisabungan dan 8 keturunannya. 


Sampai sekarang, keturunan marga Silalahi masih sering berkunjung ke Silalahi untuk berziarah ke tugu dan mandi di danau di depan tugu.


Mereka sering mengadakan acara untuk menghormati leluhur dan memperkenalkan keturunan mereka pada kebudayaan Silalahi.


Acara tahunan yang dirayakan di Tugu Silalahi adalah Pesta Tugu yang biasanya diadakan pada bulan November setiap tahunnya.


Dikutip dari data Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Dairi, di Kecamatan Silalahi banyak jejak budaya, dan perlu anda ketahui jika berwisata ke Silalahi.


Tugu dan Makam Raja Silahisabungan. (Foto/Istimewa)

Tugu Makam Raja Silahisabungan


Tugu dan Makam Raja Silahisabungan atau disingkat dengan TUMARAS, diresmikan pada tanggal 23 November 1981 sampai 27 November 1981 oleh seluruh Pomparan Raja Silahisabungan.


Di tumaras banyak tertulis sejarah dan tarombo Opung Silahisabungan, yang ada di seluruh Indonesia bahkan dunia dimana seluruh keturunan Oppung Silahisabungan berkiblat kepada tarombo yang ada di Silalahi Nabolak sebagai landasan partuturan mereka kepada seluruh keturunan opung Silahisabungan.


Dimana yang paling tua dipanggil sebagai Pak Tua (bapa tua) oleh adik-adiknya, dan yang kecil di panggil Pak Uda (bapa uda atau anggi doli) oleh abang yang lebih tua.


Batu Poda Sagu-Sagu Marlangan. (Foto/Istimewa)

Poda Sagu-sagu Marlangan


Dari Tumaras tidak jauh dari situ terdapat pula batu yang bertuliskan sumpah untuk keturunan Raja Silahisabungan yaitu Poda Sagu-sagu Marlangan, berisikan makna yang kuat dan tidak boleh dilanggar.


Begini Isi dari Poda Sagu-Sagu Marlangan itu


1.  Kalian putera saya yang 8 orang harus saling mengasihi sampai pada keturunan kalian.


2.  Kalian puteraku yang 7 orang dari Loho Raja sampai Batu Raja, tidak boleh mengatakan bahwa kalian bukan satu bapak dan satu ibu dengan Tambun Raja. Kalian 8 orang harus mengaku menjadi bapak terhadap semua anak laki-laki dan perempuan keturunan kalian.


3. Kalian puteraku yang 7 orang dan semua keturunan kalian harus lebih mengasihi puteri Tambun Raja dengan keturunannya, demikian juga engkau Tambun Raja harus lebih mengasihi puteri abangmu yang 7 orang berikut keturunannya.


4.  Keturunan dari puteraku yang 7 tidak boleh saling mengawini dengan keturunan Tambun Raja.


5.  Tidak satu orang pun di antara kalian puteraku yang boleh memulai perselisihan. Namun jika ada perselisihan di antara puteraku yang 7 orang sampai keturunannya, maka penengah harus dari keturunan Tambun Raja yang akan memberikan putusan yang adil dan tidak memihak yang harus dipatuhi, sebaliknya juga dengan Tambun Raja


 Aek Lassabunga


Tempat ini merupakan lokasi dimana Raja Silahisabungan pertama kali menginjakkan kakinya di Desa Silalahi.


Dan juga merupakan tempat pemandian Raja Silahisabungan yang biasanya menggunakan jeruk purut atau anggir.


Tempat ini masih bisa dikunjungi, namun hanya keturunan Raja Silahisabungan saja lah yang dapat melakukan ritual mandi-mandi, dikarenakan dipercaya juga dapat menyembuhkan penyakit.


 Aek Sipaulak Hosa


Asal mula terjadinya Aek Sipaulak Hosa adalah dimana ketika Raja Silahisabungan beserta Isterinya, Boru Padang Batang Hari melakukan perjalanan ke kampung halaman ayah mertua Raja Silahisabungan atau orang tua dari isterinya.


Pada saat itu Boru Padang Batang Hari sedang mengandung dan mudah lelah.


Sampai disuatu tempat diantara pegunungan, Boru Padang Batang Hari mengalami kehausan dan tidak berdaya melanjutkan perjalanan.


Sehingga Raja Silahisabungan berdoa kepada Tuhan sambil menancapkan tongkatnya kesebuah batu besar yang ada di antara pegunungan, seketika keluarlah air segar dan jernih yang kemudian diminum langsung oleh Boru Padang Batang Hari.


Dengan sukacitanya Boru Padang Batang Hari berucap,“ Nungga Mulak Be Hosa ku” yang artinya sudah kembali nafasku.


Dari kejadian saat itulah maka tempat tersebut dinamakan Aek Sipaulak Hosa yang berarti air yang mengembalikan nafas atau menghilangkan haus dan dahaga.


 

Batu Sigadap


Batu Sigadap adalah batu pengadilan.


Sebutan yang disematkan kepada tempat bersejarah yang ada di Desa Panukunan, Silalahi I Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.


Nama Desa Panukunan diambil dari makna tempat atau Tempat untuk bertanya, dimana hal ini berkaitan dengan ritual yang dilakukan pada batu tersebut yaitu bertanya akan keadilan atau kebenaran.


Sejarah terjadinya Batu Sigadap dibuat oleh Raja Silahisabungan, yang memiliki 7 anak laki-laki yang bersengketa atas tanah.


Sehingga Raja murka dan membuat Batu Pengadilan untuk mendamaikan anak-anaknya.


Sesuai dengan bentuk batu tersebut, yang benar dan jujur akan tetap sehat dan tidak mengalami kejatuhan atau keterpurukan seperti posisi batu yang berdiri atau Batu Sijongjong.


Sedangkan yang salah akan jatuh atau mengalami kesakitan dan tidak berdaya hingga meninggal seperti posisi batu yang tergeletak atau Batu Sigadap.


Sampai saat ini batu tersebut masih dipercaya sebagai tempat untuk mengambil sumpah atas keturunan Raja Silahisabungan yang mengalami perselisihan atau sengketa.


Dipercaya memiliki mistis yang kuat, batu tersebut di tetapkan menjadi batu pengadilan atau hukum tertinggi di Silahisabungan.


 Passur Paranggiran


Salah satu tempat pemandian dari satu-satunya putri Raja Silahisabungan, Deang Namora yang dinamakan Aek Simalas, peninggalan Raja Silahisabungan yang diberi nama Passur Paranggiran.


Lokasi pemandian Deang Namora ini terletak di kaki gunung Simalas yang indah dan asri, ditumbuhi pepohonan yang rindang dan alami.


Pemandian ini dipercaya dapat mendatangkan rejeki, memberikan kesehatan dan umur yang panjang bagi siapa saja yang mandi atau meminum air dari lokasi ini.


Namun, siapa pun yang menikmati air dari pancuran tersebut tidak diperkenankan menggunakan shampo dan sabun, pengunjung juga harus bersikap sopan dan tidak boleh berucap kata kotor.


Parnamoraan


Tempat ini merupakan tempat Namboru Parsadaan, Deang Namora di masa hidupnya untuk bertenun ulos dengan cara manual dan konvensional yang nantinya dikenakan oleh ke 7 saudara laki-lakinya.


Tempat ini dinamakan Batu Partonunan Deang Namora.


Pagar Parorot


Batu yang diyakini memiliki khasiat magik dimana batu ini dapat menyembuhkan anak-anak hingga orang dewasa yang sakit karena terjatuh, dengan cara dimandikan di atas batu tersebut.


Menurut cerita sejarah asli penduduk setempat, bahwa salah seorang tukang bangunan yang ditugaskan untuk membangun Rumah Adat dan Lumbung padi di sekitar lokasi pemukiman Marga Sidabariba, merasa bersalah atas pekerjaan yang menurutnya tidak sesuai dengan permintaan warga.


Sehingga ia memutuskan untuk dikubur secara hidup-hidup dan menjadi tumbal guna menjaga lokasi pemukiman tersebut.


Dan uniknya, cerita lain yang berkembang adalah jika terdapat anak-anak yang menangis tak henti lalu kemudian diletakkan di atas batu parorot maka anak tersebut akan tenang seketika.


Ada Pula orang tua yang berniat pergi bekerja ke ladang dan menitipkan anaknya di batu parorot, maka anak tersebut akan aman.


Namartua Siordang


Adalah salah satu pagar huta yang artinya batas wilayah perkampungan Desa Silahisabungan.


Bentuk nya adalah batu segitiga yang dibuat oleh warga kampung pada jaman dahulu.


Hingga saat ini Batu Siordang masih dipercaya memiliki Mistis yang dapat menjaga perkampungan.


Apabila seseorang atau siapa saja yang berniat jahat ke Huta Silalahi, akan mordong-ordong yang artinya berputar-putar kebingungan sampai pulang kembali ketempat asalnya.


Bila dengan tidak sengaja dilewati anak-anak kampung yang belum memiliki gigi (digendong oleh orang tuanya), maka harus mengambil pasir dari  lokasi Batu Siordang, lalu kemudian ditaburkan ke kepala anak tersebut agar tidak sakit. (Adv).


Penulis : Rudi

Editor : Son