Iklan Header

Minggu, 11 Desember 2022, 08:27 WIB
Last Updated 2022-12-12T01:30:21Z
Pemangku AdatSiantarTanah Ulayat

PPAB Gelar FGD Hak Ulayat Masyarakat Adat Simalungun

Panitia FGD Hak Ulayat Masyarakat Adat Simalungun. (Foto/Ari)

Pematang Siantar - nduma.id


Partuppuan Pemangku Adat dan Budaya (PPAB) Simalungun, menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Hak Ulayat Masyarakat Adat Simalungun.


Bekerjasama dengan Pemkab Simalungun, FGD digelar Sabtu (10/12/2022) di Hotel Sapadia Kota Pematangsiantar.


Bupati Simalungun Radiapo Hasiholan Sinaga, diwakili Sekda Esron Sinaga, saat membuka FGD, menyampaikan apresiasi, sebab kondisi saat ini khususnya di Simalungun, pembahasan tanah ulayat menjadi kontroversi.


Esron berharap, FGD tanah ulayat atau tanah adat, nantinya ada rumusan baku kriteria tanah ulayat untuk nantinya bisa menjadi acuan Pemkab Simalungun, untuk mengambil suatu keputusan soal tanah adat.


"Apa yang dibuat PPAB Simalungun hari ini sangat membantu Pemkab Simalungun. Tahun depan, kita gelar kembali diskusi seperti ini sebagai dasar mengambil keputusan soal tanah adat supaya tidak ada lagi kontroversi," ujar Esron.


Acara menghadirkan narasumber Ketua Umum PPAB Simalungun Jantoguh Damanik, Prof Hasyim Purba dan Prof Rosnidar Sembiring.


Tiga narasumber menyampaikan pemaparan soal tanah ulayat atau tanah adat, dipandu moderator Hermanto Sipayung dan Rohdian Purba.


Dari pemaparan dikatakan tanah ulayat ada di bekas wilayah Kerajaan Simalungun, yakni Siantar-Simalungun.


Prof. Rosnidar Sembiring, menuturkan bahwa dari penelitiannya jelas bahwa di Simalungun ada hak ulayat yang berhubungan dengan ada objek dan subjek.


"Jadi tanah adat itu memiliki wilayah dan memiliki hukum adat dan itu ada di kehidupan Simalungun. Tanah adat memiliki wilayah dan mempunyai kekayaan tanah yaitu objek dan subjek tanaman," katanya.


Prof Rosnidar memaparkan, bahwa di wilayah Simalungun, masih ditemukan  losung paridian, harangan huta dan masih banyak objek yang merupakan ciri ciri dari tanah ulayat.


Prof Hasim Purba menyampaikan sejak lahirnya undang-undang pokok agraria, sudah mengakomodir tentang tanah ulayat atau tanah adat.


Prof Hasim mengaku, Tim Tanah Ulayat Sumut yang dipimpinnya sudah melakukan penelitian di empat objek lokasi di Simalungun. Dan ke empat objek itu, memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai tanah ulayat atau tanah adat.


Tetapi menurut Prof Hasyim, tidak semua elemen masyarakat bisa mengatakan suatu objek tanah menjadi tanah adat.


Apalagi, elemen masyarakat itu tidak memiliki hubungan historis atas tanah itu.


Sedangkan, Jantoguh Damanik dalam pemaparannya, menyimpulkan bahwa sejak dahulu Simalungun memiliki bentuk pemerintahan kerajaan dalam penguasaan wilayah serta tata pemerintahannya.


Suku bangsa Simalungun walaupun memiliki berbagai kerajaan akan tetapi tetap terikat dengan sistem kekeluargaan, nilai-nilai, norma-norma, adat istiadat dan atau kebudayaan yang sama.


Suku bangsa Simalungun yang terdiri dari marga-marga dari bekas Kerajaan Simalungun,  dan dalam urusan pengaturan dan distribusi warisan tanah memiliki pola dan hukum adat yang sama, walaupun kerajaan berbeda.


"Jadi suku bangsa Simalungun yang terdiri dari marga-marga bekas kerajaan sajalah yang berhak memiliki hak adat dan hukum adat terhadap tanah di wilayah Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar sebagai pusat wilayah adat Simalungun," kata Jantoguh.


Ketua Panitia FGD, Herman Sipayung menyampaikan FGD digelar bukan untuk mengambil keputusan. Namun paling tidak, FGS bisa menghasilkan rumusan soal kriteria tanah ulayat yang nantinya bisa menjadi dasar bagi elemen masyarakat dan Pemkab Simalungun untuk memutuskan apakah perlu ada peraturan terkait tanah adat atau tanah ulayat di Simalungun.


Tampak hadir saat FGD, unsur MPP PPAB Simalungun Parlindungan Purba,  para camat se-Simalungun, perwakilan ahli waris Harajaon Nagur, Harajaon Siantar, Harajaon Tanah Jawa, Harajaon Dolok Silou, Harajaon Panei, Harajaon Raya, Harajaon Purba dan Harajaon Silimakuta, praktisi hukum, unsur DPP HIMAPSI dan utusan mahasiswa.


Penulis : Ari

Editor : Rudi