Foto Shireen Abu Akleh. (Foto/net)
JAKARTA - nduma.id
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)
mengecam keras peristiwa penembakan wartawan yang diduga dilakukan oleh tentara
Israel di tenda pengungsi di kota Jenin, Tepi Barat (West Bank) yang diduduki
Israel.
Wartawan yang ditembak mati tentara
Israel adalah Shireen Abu Akleh (51) dari Al-Jazeera yang sedang meliput
serangan tentara Israel di lokasi pengungsian di Jenin.
Padahal saat itu Shireen mengenakan
rompi bertuliskan “PERS” dan mengenakan helm.
Mestinya, tentara Israel tahu dia wartawan yang tengah bertugas.
Pihak militer Israel sempat menolak
tuduhan penembakan wartawan tersebut. Bahkan militer Israel menuding Palestina
yang melakukan penembakan. Namun Kepala Biro Al-Jazeera Walid Al-Omary di
Ramallah menerangkan, tidak ada penembakan oleh orang-orang bersenjata di Palestina.
“Itu tindakan teror besar terhadap
wartawan. Jelas itu tindakan biadab terhadap wartawan yang bertugas untuk
kepentingan umum. Penembak jelas melawan hak asasi manusia yang melindungi
wartawan, dan sekaligus melecehkan pers seluruh dunia yang baru saja memperingati
Hari Kebebasan Pers se-Dunia. Kami minta Persatuan Bangsa-Bangsa memberi
perhatian khusus pada kasus penembakan wartawan tersebut,” kata Ketua Umum
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus, Kamis, (12/5/2022) dalam siaran
pers menanggapi penembakan wartawan di Tepi Barat.
Menurut Firdaus, apa yang dilakukan
tentara terhadap wartawan Shireen jelas melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) tahun 1948.
Pasal 19 DUHAM menyatakan, “Setiap orang
berhak atas kebebasan mempunyai dan mengemukakan pendapat; dalam hal ini
termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk
mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan gagasan melalui media apa pun
dan tidak memandang batas-batas”.
Sebagaimana diberitakan Anadolu News
Agency, 11 Mei 2022, Shireen ditembak di bagian wajahnya sehingga menghembuskan
napas terakhir. Sementara seorang wartawan lainnya, Ali Al-Samoudi dari surat
kabar Quds tertembak di bagian punggungnya, dan harus dirawat.
Kecaman terhadap penembakan dua wartawan
itu juga mengalir dari masyarakat dan kalangan pers melalui berbagai saluran
media pers dan media sosial. Asisten Menteri Luar Negeri dan Juru Bicara
Kementerian Luar Negeri Qatar, Lolwah Alkhater turut mengecam penembakan
tersebut lewat tweeter-nya.
Ketua Umum SMSI Firdaus yang didampingi
Sekretaris Jenderal SMSI Mohammad Nasir, menyatakan PBB harus turun tangan untuk melakukan
penyelidikan kasus penembakan wartawan. Penembaknya harus diberi sanksi oleh
pihak yang berwenang di PBB supaya menjadi perhatian pihak-pihak yang sedang
bertikai.
Yang lebih menyakitkan kalangan pers, kata
Firdaus, kejadian itu berlangsung seminggu setelah peringatan Hari Kebebasan
Pers se-Dunia (World Press Freedom Day).
Masyarakat pers dunia selama tiga, 2-5 Mei
memperingati Hari Kebebasan Pers se-Dunia yang jatuh pada 3 Mei tahun ini,
dipusatkan di Punta del Este, Uruguay.
Peringatan Hari Kebebasan Pers yang dimotori oleh United
Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) di Uruguay
ditandai dengan konferensi melalui online dan offline yang membahas
perlindungan keamanan wartawan, media digital dan mencari solusi tantangannya
ke depan. Konferensi dihadiri oleh peserta terdaftar 3.400 insan pers dari 86
negara.
Hari Kebebasan Pers se-Dunia diperingati
setiap tahun sebagai hasil keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada tahun 1993. Tujuannya untuk
merayakan prinsip-prinsip dasar kemerdekaan pers serta memberi perlindungan terhadap
wartawan di seluruh dunia.