Rezki Adminanda (Kordinator Indonesia Election Watch) |
Indonesian Election Watch (IEW) menyatakan sikap kecewa dan sangat menyayangkan terhadap polemik status kewarganegaraan bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada pilkada 2020 yang lalu.
Rezki Adminanda selaku kordinator IEW mengungkapkan terpilihnya Orient P Riwu Kore sebagai bupati Kabupaten Sabu Raijua bukti nyata Indonesia tidak pernah belajar & tidak pernah berbenah dari kejadian masa lalu.
"Kasus dan polemik kewarganegaraan ini bukanlah merupakan pertama kali terjadi. Pada tahun 2016 Presiden Jokowi pun sudah pernah keliru dengan menunjuk dan melantik Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM yang padahal saat itu Arcandra Tahar sudah mengantongi Paspor Amerika Serikat semenjak tahun 2012. Pemerintah dengan segala perangkat hukumnya harusnya belajar dari kejadian tersebut." Ujarnya saat menyampaikan siaran pers, Kamis (4/2/2021)
Sebelumnya Bawaslu mengirim surat kepada Kedutaan AS pada 15 September 2020 dengan nomor , 136/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020 perihal permohonan informasi data kewarganegaraan Orient.
Senin lalu (1/2/2021) , Kedutaan Amerika Serikat merespon dengan mengirimkan surat kepada Bawaslu Kabupaten Sabu Raijua menyatakan bahwasanya benar Orient P. Riwu Korea adalah benar warga Amerika.
Rezki menilai jika Orient P Riwu Kore terbukti memiliki kewarganegaraan Paman Sam, maka tidak boleh ada pelantikan terhadap dirinya. Kenapa? Karena memang tidak sah dia (Orient) sebagai kandidat pilkada.
" Kita mengacu pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan jelas menyebutkan syarat utama untuk bisa menjadi calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia (WNI). Artinya, meski ia terpilih tapi kami meminta tidak boleh dilakukan pelantikan. Karena hal tersebut tentu saja akan mencoreng martabat bangsa Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat." Ujarnya
Orient P Riwu Kore dapat dipidana dengan dikenakan Pasal 181, Pasal 184 (UU Pilkada) terkait dengan pemberian keterangan palsu yang ada pidana penjara, yang sanksinya 3 tahun dan 6 tahun jika memang terbukti memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Bupati. Rahman Hidayat